بسم الله الرحمن الرحيم
Hadits-Hadits Penting Seputar Bulan Dzulhijjah
Sebagai persiapan menghadapi bulan Dzulhijjah, berikut ini, kami sebutkan hadits-hadits yang menyebutkan amalan yang perlu dilakukan di bulan tersebut, mudah-mudahan Allah menjadikan risalah ini bermanfa'at. Allahumma aamin.
1. Keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dan anjuran banyak beramal shalih di hari-hari itu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبُّ إِلىَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ - يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ - قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ "وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidak ada hari di mana amal shalih pada hari itu lebih dicintai Allah ‘Azza wa Jalla daripada hari-hari ini –yakni sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah- para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga berjihad fii sabiilillah?” Beliau menjawab, “Tidak juga berjihad fii sabiilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa-raga dan hartanya, kemudian tidak bersisa lagi.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Abu 'Utsman Al Hindiy berkata, "Mereka (yakni kaum salaf) memuliakan sepuluh hari yang tiga; sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram." (Lathaa'iful Ma'aarif hal. 39)
Kemudian, “Hari apakah yang lebih utama antara 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dengan 10 hari terakhir bulan Ramadhan?” Ibnul Qayyim rahimahullah menjawab, "Malam 10 hari terakhir bulan Ramadhan lebih utama daripada malam 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, sedangkan siang hari 10 hari pertama bulan Dzulhijjah lebih utama daripada siang hari sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Dengan perincian ini kesamaran akan hilang. Yang menunjukkan demikian adalah karena malam 10 terakhir bulan Ramadhan memiliki kelebihan dengan lailatul qadrnya, di mana hal itu terjadi di malam hari, sedangkan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah memiliki kelebihan di siang harinya, karena terdapat hari nahr, hari 'Arafah dan hari tarwiyah (8 Dzulhijjah)."
Di bawah ini beberapa contoh amal shalih yang perlu dilakukan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah:
- Melaksanakan ibadah hajji dan umrah
- Memperbanyak amalan sunat.
- Berpuasa
- Bertakbir dan berdzikr pada hari-hari tersebut.
Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir, lalu orang-orang mengikuti takbirnya.
- Berkurban pada hari nahar (10 Dzulhijjah) atau pada hari-hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) jika tidak sempat.
- Banyak beramal shalih seperti bersedekah, membaca Al Qur'an, birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), silaturrahim dsb. Demikian juga memenuhi kebutuhan kaum muslimin, menghibur orang yang tertimpa musibah serta membantu mereka.
- Bertaubat dari maksiat
- Melaksanakan shalat Iidul Ad-ha.
2. Yang harus dijauhi oleh orang yang hendak berkurban pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
« إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ » .
"Apabila kamu melihat hilal (bulan sabit tanda tanggal satu) bulan Dzulhijjah, dan salah seorang di antara kamu hendak berkurban, maka hendaknya ia menahan diri dengan tidak menggunting rambut dan kukunya." (HR. Muslim)
Larangan ini dikhususkan kepada orang yang hendak berkurban; tidak termasuk isteri dan anak-anaknya jika masing-masing dari mereka diikutsertakan dalam pahala kurban.
3. Perintah untuk segera berhajji bagi yang mampu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَعَجَّلُوْا إِلَى الْحَجِّ - يَعْنِي الْفَرِيْضَةَ - فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِيْ مَا يَعْرِضُ لَهُ
"Segeralah naik hajji, -yakni hajji yang wajib-, karena salah seorang di antara kamu tidak mengetahui hal yang akan datang menimpanya." (HR. Ahmad, dihasankan oleh Al Albani dalam Irwaa'ul Ghalil 4/168)
4. Keutamaan hajji dan sikap yang harus dilakukan oleh jama'ah hajji
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
« مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ ، فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ ، رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ » .
"Barang siapa yang berhaji ke rumah ini, di mana ia tidak berkata-kata rafats dan tidak berbuat fasik, maka ia pulang seperti keadaan ketika dilahirkan oleh ibunya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Rafats adalah berkata-kata jorok yang menjurus ke arah jima', merayu dsb. termasuk memeluk dengan syahwat. Sedangkan maksud fasik adalah berbuat maksiat, termasuk melakukan larangan ketika ihram.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
« الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا ، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ » .
"Umrah yang satu ke umrah selanjutnya (di waktu lain) dapat menghapuskan dosa di antara keduanya, dan hajji yang mabrur tidak ada balasan baginya selain surga." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ciri hajji yang mabrur adalah:
Pertama, biayanya dari yang halal.
Kedua, ikhlas mengerjakannya dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ketiga, menjauhi dosa dan maksiat, termasuk bid'ah dan pelanggaran.
Keempat, berakhlak mulia kepada sesama.
5. Keutamaan puasa pada hari 'Arafah
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ اْلأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ ، قَالَ : ( يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالسَّنَةَ الْقَابِلَةَ )
Dari Abu Qatadah Al Anshaariy, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa pada hari 'Arafah (9 Dzulhijjah), Beliau menjawab, "Dapat menghapuskan dosa di tahun yang lalu dan yang akan datang." (HR. Muslim)
Anjuran puasa 'Arafah ini bagi orang yang tidak berada di 'Arafah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melakukannya ketika di 'Arafah. Menurut jumhur ulama bahwa dosa yang dihapuskan adalah dosa-dosa kecil, adapun dosa-dosa besar seperti zina, memakan riba, sihir dsb. maka tidak dapat dihapuskan oleh amal shalih, bahkan harus dengan taubat yang sesungguhnya atau ditegakkan had jika ada hadnya.
6. Perintah berkurban bagi yang mampu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barang siapa yang memiliki kemampuan, namun tidak mau berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami (lapangan shalat ‘Ied).” (Hadits hasan, Shahih Ibnu Majah 2532)
Berdasarkan hadits ini sebagian ulama berpendapat bahwa berkurban hukumnya wajib, namun jumhur ulama mengatakan sunnah mu'akkadah. Namun hendaknya seorang muslim tidak meninggalkannya ketika ia mampu berkurban.
7. Kurban Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
عَنْ أَنَسٍ قَالَ : ضَحَّى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ ، وَسَمَّى وكَبَّرَ ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor kambing jantan berwarna putih ada hitamnya dan bertanduk. Beliau menyembelih kedua hewan itu dengan tangannya sendiri setelah menyebut nama Allah dan bertakbir, dan Beliau menaruh kakinya di bagian sampingnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan:
Hewan kurban jantan lebih utama dari hewan kurban betina.
Hewan kurban bertanduk lebih utama daripada yang tidak bertanduk (Al Ajamm).
Disyari’atkan mencari hewan kurban yang sifat dan warnanya bagus. Misalnya hewan kurban tersebut gemuk dan bagus. Yang paling bagus adalah Al Amlah yaitu yang putih polos atau ada hitamnya sedikit. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa hewan kurban Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di bagian perut, kaki dan sekitar matanya berwarna hitam (HR. Muslim).
Bagi yang bisa menyembelih lebih utama menyembelih sendiri tanpa menyerahkan kepada orang lain.
Mengucapkan basmalah hukumnya wajib, sedangkan ucapan takbir hukumnya sunat.
8. Banyak bertakbir pada hari 'Arafah hingga akhir hari tasyriq
عَنْ بْنِ عُمَرَ قَالَ غَدَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ مِنًى إِلَى عَرَفَاتٍ مِنَّا الْمُلَبِّى وَمِنَّا الْمُكَبِّرُ .
Dari Ibnu Umar ia berkata: "Kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Mina ke 'Arafah; di antara kami ada yang bertalbiyah dan ada juga yang bertakbir." (HR. Muslim)
Takbir ini dilakukan setelah shalat Subuh hari 'Arafah sampai akhir hari tasyriq. Takbir ini termasuk ke dalam dzikr mutlak (dibaca kapan dan di mana saja). Namun di antara ulama berpendapat bahwa dianjurkan juga membaca takbir ini setelah shalat, karena Ibnu Umar melakukan takbirnya ketika di Mina dalam setiap keadaan, setelah shalat, ketika di atas tempat tidur, ketika di kemah, di tempat duduknya dan di jalan-jalan. Imam Bukhari menyebutkan, "Ibnu Umar melakukan takbir di kemahnya di Mina, sehingga orang-orang yang berada dalam masjid mendengarnya, mereka pun akhirnya bertakbir, demikian juga orang-orang yang berada di pasar sehingga Mina pun bergemuruh takbir."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Pendapat yang paling shahih tentang takbir yang dipegang oleh jumhur fuqaha' kaum salaf dari kalangan sahabat dan para imamnya adalah hendaknya ia bertakbir dari Subuh hari 'Arafah sampai akhir hari tasyriq setelah shalat." (Majmu' Fatawa 24/220-222)
9. Beberapa syi'ar di hari raya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ اْلأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ القَرِّ
"Sesungguhnya hari yang paling utama di sisi Allah Ta'ala adalah hari nahar (10 Dzulhijjah) kemudian hari qar (hari setelahnya)." (HR. Abu Dawud dengan isnad yang jayyid sebagaimana dikatakan oleh Al Albani dalam takhrij Al Misykaat 2/810)
Hari raya Idul Adh-ha lebih utama daripada Idul Fitri karena di hari Idul Adh-ha terdapat shalat Ied dan berkurban, dalam Idul Fitri terdapat shalat Ied dan bersedekah, sedangkan berkurban seperti yang kita ketahui lebih utama daripada bersedekah. Di samping itu, pada hari nahar berkumpul dua keutamaan; waktu dan tempat yang utama.
Di hari raya terdapat beberapa perbuatan yang sebaiknya dilakukan, yaitu:
- Keluar menuju lapangan dengan pakaian yang indah dan berhias dengan yang mubah sambil menjaharkan takbir.
- Dianjurkan melewati jalan yang berbeda antara berangkat dengan pulangnya.
- Dianjurkan pada hari raya Idul Ad-ha tidak makan kecuali setelah shalat Ied.
- Shalat 'Ied hukumnya sunnah mu'akkad, oleh karena itu sepatutnya seorang muslim mendatanginya. Bahkan di antara ulama ada yang mengatakan wajib.
- Setelah shalat 'Ied, ia berkurban, ia boleh makan daripadanya, lalu menghadiahkan kepada kerabat, tetangga dan menyedekahkannya kepada kaum fakir.
- Tidak mengapa mengucapkan selamat hari raya, mengunjungi orang tua dan kerabat, bahkan mengunjungi mereka lebih didahulukan daripada mengunjungi teman-temannya.
10. Keutamaan hari-hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah)
عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِّي قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : ( أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ ) وَفِي رواية : ( وَذِكْرِ للهِ عَزَّ وَجَلَّ )
Dari Nubaisyah Al Hudzalliy ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hari-hari tasyriq adalah hari makan dan minum." Dalam sebuah riwayat disebutkan "Dan dzikrullah Azzza wa Jalla." (HR. Muslim)
Perlu diketahui bahwa tidak boleh berpuasa pada hari-hari tasyriq, kecuali bagi orang yang berhajji tamattu' yang tidak memperoleh binatang hadyu. Ibnu Umar dan Aisyah berkata, "Tidak diberi keringanan pada hari tasyriq untuk berpuasa kecuali bagi orang yang tidak memperoleh hadyu." (HR. Bukhari)
Waqafat (Renungan)
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal," (Terj. Ali Imran: 190)
Ya, pada penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah, ilmu-Nya yang sempurna, hikmah-Nya yang dalam dan rahmat-Nya yang luas. Silih bergantinya malam dan siang, lama dan cepatnya waktu, panas, dingin dan sejuknya keadaan serta segala yang ada di dalamnya mengandung maslahat yang besar bagi makhluk yang tinggal di bumi. Semua itu merupakan nikmat Allah kepada mereka. Hanya orang-orang yang berakal sajalah yang mampu mengerti hikmah di balik itu.
Allah Ta'ala menjadikan malam dan siang sebagai kesempatan beramal, tahapan menuju ajal, ketika tahapan yang satu lewat, maka akan diiringi oleh tahapan selanjutnya. Siapa saja di antara mereka yang tidak sempat memperbanyak amal di malam harinya, ia bisa mengejar di siang hari. Ketika tidak sempat di siang hari, ia bisa mengejar di malam hari,
"Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Terj. Al Furqan: 62)
Oleh karena itu, sudah sepatutnya seorang mukmin mengambil pelajaran dari pergantian malam dan siang, karena malam dan siang membuat sesuatu yang baru menjadi bekas, mendekatkan hal yang sebelumnya jauh, memendekkan umur, membuat muda anak-anak, membuat binasa orang-orang yang tua, dan tidaklah hari berlalu kecuali membuat seseorang jauh dari dunia dan dekat dengan akhirat. Orang yang berbahagia adalah orang yang menghisab dirinya, memikirkan umurnya yang telah dihabiskan, ia pun memanfa'atkan waktunya untuk hal yang memberinya manfa'at baik di dunia maupun akhiratnya. Jika dirinya kurang memenuhi kewajiban, ia pun bertobat dan berusaha menutupinya dengan amalan sunat. Jika dirinya berbuat zhalim dengan mengerjakan larangan, ia pun berhenti sebelum ajal menjemput, dan barang siapa yang dianugerahi istiqamah oleh Allah Ta'ala, maka hendaknya ia memuji Allah serta meminta keteguhan kepada-Nya hingga akhir hayat.
Ya Allah, jadikanlah amalan terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, umur terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, hari terbaik kami adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu, Allahumma aamiin.
Marwan bin Musa
Maraaji’: Ahaadits ‘Asyri Dzil hijjah (Abdullah bin Shalih Al Fauzan), Zaadul Ma'aad dll.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar